Selasa, 27 Maret 2018

Dari yang Kenyang Kecewa

"Awal tuh masalahnya cuma satu"
"Apa?", Jawab gue
"Kurang tidur, kurang istirahat"
"Oh, kirain kurang ganteng", bales gue ke nyokap, biar doi ga serius amat. Tadinya.

"Tuh, kebiasaan kalo dibilangin teh", cetus nyokap dengan nada yang ninggi

Gagal, nyokap lagi ga asik, lagi ga bisa dibecandain ternyata.

"Ibu ga suka deh kalo cara kerja awal jadinya gini. Cari kerja lain aja deh wal tolong", lanjut nyokap gue memohon. Saat itu, disuatu malam ketika gue lagi sakit (lagi) dan nyokap nelpon gue untuk yang kesekian kalinya. Biasa deh, kena semprot nyokap. Tapi gapapalah, sejak nyokap pindah ke jogja hampir setengah tahun lamanya, gue kangen diomelin nyokap.

Dan pada dasarnya, yang nyokap bilang di telepon itu bener sih. Mungkin udah saatnya bagi nyokap buat say hello and Welcome to creative industry deh, ruangnya mereka yang begadang karena deadline, berburu ide, dan mencari nafkah tambahan. Gue? Ya. Gue begitulah. Hidup di dua fase. Bangun seperti tidur pas hari terang, tidur seperti bangun ketika gelap. Gue punya koala mode disiang hari, dan kalong mode dimalam hari.

So, Sejak kapan kebiasaan begadang ini jadi penyakit? Tepat ketika gue sadar bahwa apa yang gue peroleh belum cukup untuk nutupin banyak kebutuhan gue (bukan keinginan, beda loh), ketika itulah gue memulai aktivitas yang gue juga sadar kalo ini ga sehat: Begadang. Ya, gue mencari tambahan nafkah dimalam hari sejak saat itu, tepatnya sejak di kosan, hingga sekarang.  Saking seringnya begadang, mindset gue berubah. Bagi gue, jam 10 malam itu masih sore, jadi agak cupu aja kalo jam segitu udah tidur.

Udah bertahun-tahun lamanya gue ngelakuin ini. Ya. Begadang. Rasanya gue semakin lelah dan ga fit seperti dulu. Gue jadi makin gampang sakit. Disisi lain, gue ga bisa ngerubah kebiasaan ini secara instan. Tentu karena kebutuhan sehari-haripun belum terpenuhi semua, dan juga ikatan beberapa proyek gue dengan klien. Saat ini gue kerja di dua tempat, satu reguler dan satunya freelance. Cape? Ya, cape banget. Ditambah sekarang gue udah berbini, dia sering ngeluh karena 7/9 waktu yang gue punya dipake buat kerja. Kerja lagi kerja lagi. Bosen ga? Ya, banget.

"Kamu ga mau apa jam tidurnya bareng biar bangunnya barengan?", Tanya bini gue di suatu pagi. Yang gue jawab senyum lebih dulu.

"Terus nanti buat kebutuhan ini dan itu darimana tambahannya?", Jawab gue setelahnya, yang dijawab diam dan cemberut sama dia.

"Tapi kamu jadi ga sehat", jawabnya setelah jeda panjang.

"Terus, harus gimana lagi atuh?", Sahut gue mengskakmat.

Bini gue lalu pergi keluar kamar dan ee di kamar mandi dengan hening, sementara gue mesra dengan guling.

Ya.. jauh dilubuk hati sih: Gue kangen rasanya tidur dan bangun tenang, bukan kepikiran sisa duit berapa tiap mau dan bangun tidur. Gue sangat rindu kehidupan lama itu. Semakin lama rasanya jenuh juga karena gue hanya 'ngobrol' didepan laptop hampir setiap malem.

Disisi lain gue terlanjur jatuh cinta dengan pekerjaan ini, hanya gue ga bisa terlalu nikmatin aja jadinya dibanding dulu. Karena di sekitar gue, ga banyak dari mereka yang butuh jasa desain gue. Sekalinya ada, 'harga teman', dan juga 'ga dibayar'. Entah emang kabur atau lupa (plis lah). Ya, apresiasi yang gue terapkan ke orang lain kadang ga berbalik ke gue. Terkadang orang-orang itu adalah orang yang sangat gue hormati tadinya. Dipikir-pikir, Salah gue juga, 'kenapa juga gue terima ya?', ya, kenapa ya? Kenapa gue selalu susah buat nolak?, Dan kenapa gue selalu susah nagih? Ga tau.  Itulah kenapa gue selalu butuh partner untuk ngerjain suatu proyek. Di lain sisi, kadang ada beberapa proyek dimana kata hati gue membiarkan agar itu jadi cuma cuma, karena beberapa pertimbangan. Jadi apa yang gue bilang 'ga bayar' diatas bukan gue tujukan untuk proyek cuma cuma ini.

Kadang gue bertanya-tanya sih, menurut mereka pekerjaan gue ini seperti apa ya? Cuma main main gambar ala anak TK, kah?
Banyak tanggapan seperti  "cuma gambar doang ini kan?", Ada juga tanggapan yang ngaco banget kaya nyokap gue sebelum gue bulat milih bidang ini. "Desain? Jadi tukang fotokopi?", Kata nyokap.

Banyak dari mereka (orang-orang yang ga menghargai gue dan rekan seprofesi gue) yang mungkin gatau (atau pura-pura ga tau, maybe?) Kalo pekerjaan gue ini menyita waktu dan pikiran, sama seperti profesi lainnya? Entah kepikiran atau engga di mereka. Padahal ini hal dasar sih. Seandainya kita ga ngerjain proyek-mereka-yang-ga-ngehargain-gue-itu, kita mestinya bisa pake waktu itu buat hal lain: buat tidur misalkan, mulihin kondisi tubuh, atau belajar hal baru mungkin, atau nemenin keluarga, atau juga bercanda sama anak atau istri yang lebih berfaedah. Kadang mereka-mereka ini berpikir seolah waktu gue itu ga ada harganya. Dan itu menyakitkan sih. Gue dan rekan seprofesi gue juga manusia yang punya tubuh untuk kami jaga, yang seharusnya kami istirahatkan dimalam hari (karena begitulah jam biologis manusia), justru gue gunakan untuk proyek-proyek mereka yang andai aja gue tau ujungnya ga enak pasti ga bakal gue terima. Itu juga nyakitin. Tapi bukan hanya itu, Yang paling nyakitin jauh dari pada itu: Mereka ga malu sepertinya saat setidaknya denger nama gue, nama yang pernah mereka janjikan sesuatu itu.

"Masalahnya ga sesederhana itu loh bu, soal tidur itu gampang, soal tidur dengan tenangnya itu yang susah nih", sebuah jawaban yang rasanya pengen gue sampein ke nyokap untuk ngejawab telepon nyokap tadi, tapi gue paham dia ga bakal ngerti.

So, kenapa gue masih kerja begini? Gue hanya sedang jatuh cinta, dengan bidang yang dulu nekat gue masuki. Sementara diwaktu hasrat gue untuk bekerja terus menurun, gue saat ini lagi berharap dagangan gue bisa jadi pegangan pokok gue dimasa depan, supaya gue bisa fokus di dagangan ini.

Lalu, untuk mereka-mereka, biarkan Allah yang menyiapkan waktu bagi mereka untuk sadar, bahwa saling menghargai itu wajib.

Kepada orang-orang yang waktunya gue curi untuk mengerjakan proyek tanpa hasil, gue hanya bisa minta maaf untuk itu. Semoga Allah masih menyediakan waktu panjang untuk mengembalikan apa yang gue curi itu.

Dan begitulah, gue lebih plong dengan nulis seperti ini. Menulis selalu berhasil setidaknya ngurangin beban gue. So, untuk kalian, apapun profesi kalian, gue ucapkan:

Salam hormat untuk kalian,
Dari Desainer grafis muda,
Yang kenyang kecewa,
Awal

0 komentar:

Posting Komentar

Sebagai manusia normal, gue masih banyak kekurangan. apabila ada kritik ataupun saran silahkan disampaikan disini. dengan catatan: harus sopan :)