Kamis, 18 April 2013

Sejuta Duka dalam Tulisan



Gue ga pernah merasa bagaimana hangatnya kasih seorang nenek. ketika ia marah pada cucunya, itu wajar. ketika ia tertawa dengan cucunya, itu luar biasa. Gue belum pernah ngerasa dipeluk seorang nenek. Uwa Ata adalah orang satu-satunya yang membantu gue merasakan hal itu. gue ga pernah tau kapan ingatan masa kecil gue mulai berfungsi. yang gue inget, Uwa Ata adalah teman masa kecil gue, nenek masa kecil gue, dan Ibu masa kecil gue. Ia tinggal di bandung, tempat asal nyokap gue. Nyokap gue dan Uwa Ata adalah kaka beradik. karna jarak Umur antara Nyokap dan Uwa Ata sangat jauh, gue menganggap Uwa Ata sebagai Nenek gue. gue menyesalkan karna beberapa tahun kemarin gue bener-bener susah punya waktu untuk sekedar main ke rumahnya dan becanda seperti biasa. Uwa Ata adalah orang yang amat humoris, dan gue amat
sayang dengan Ia. setelah gue melihat tubuh gue sudah sebesar ini, barulah gue sadar bahwa memang wajar kalau Uwa Ata tidak se-enerjik dulu. suatu hari dimana beberapa minggu lalu gue berkunjung ke rumahnya. setelah dia menelepon nyokap dan meminta gue serta keluarga main kesana. betapa bersalahnya gue ketika gue bertemu Uwa Ata yang udah dalam keadaan lemah di atas kasurnya dengan segala perlatan medis. Malah, menyebut nama gue pun udah ga bisa. sedih banget memang, teramat sedih. gue terus nyoba ngajak dia becanda. tapi yang keluar dari mulutnya cuma tertawa tanpa bisa ngebales omongan gue. lalu dia mengangkat satu tangannya dan mengepalkan jari-jarinya, dengan jempol yang mengacung ke atas. gue belum mengerti apa maksudnya. Uwa Ata mengacungi jempol. suasana haru saat itu.

Pagi hari gue mendengar kabar dari abang gue. dengan nada lemah abang gue ngasih tau, Uwa Ata meninggal. gue ga tau apa ini gue yang lebay atau bukan. tapi kaya ada benda tumpul yang nyoba nusuk dada gue. gue cuma bisa bengong. mencerna kalimat demi kalimat yang abang gue bilang, walaupun gue tau maksudnya, gue terus berusaha bego. Akhirnya gue dijemput abang gue dan langsung meluncur ke garut, tempat pemakaman. mungkin Allah menghendaki gue dan abang untuk diam di tempat karna terjebak macet. sesampainya disana, amat menyesalnya ketika gue dan abang gue sampe di tempat pemakaman dan jenazah udah diistirahatkan di dalam tanah. ada rasa marah dalam diri, kenapa ga nunggu sebentar ? cuma sebentar aja memang ga bisa ? gue cuma mau liat jenazah untuk yang terakhir kali. gue cuma mau liat kondisi terakhir teman masa kecil gue.

Ga pernah ada bayangan dalam pikiran gue untuk main ke Bandung ataupun garut dalam suasana berkabung.  sedikitpun engga. sodara perempuan gue menangis ditengah-tengah membaca yasin setelah pemakaman. lalu sodara gue yang lain pun menenangkan dengan berkata, "sabar-sabar, neng ajeng kan tadi lagi Ujian Negara. di ikhlaskan aja,di doakan". mungkin memang benar, kita harus mengikhlaskan. dalam proses pengikhlasan, wajar kalau ada air mata yang sulit di bendung. rasa kehilangan lebih deras menghujam tameng kesabaran yang kita miliki. mendengar tangisan mereka, gue turut menetes.


Sayangi siapapun orang yang berarti dalam hidup kita, tidak terbagi antara keluarga ataupun kerabat. Bagi siapapun yang membaca postingan ini, gue dengan penuh sangat memohon doanya untuk uwa gue yang berpulang tanggal 16 april kemarin.

terimakasih atas perhatiannya :')

2 komentar:

  1. Semoga beliau di berikan tempat yang paling layak di sisiNya sob.. :")

    BalasHapus

Sebagai manusia normal, gue masih banyak kekurangan. apabila ada kritik ataupun saran silahkan disampaikan disini. dengan catatan: harus sopan :)