Kamis, 28 Januari 2016

Ada lelah di antara Kopi dan Rokok



"Tiap pulang kerja, gue selalu dengerin lagu ini sambil liat jendela (dari dalem mobil)", kata arif, temen deket gue dari kecil. Waktu itu lagi sambil dengerin lagu " Cinta dan rahasia"-nya Glen dan yura. Lagu melow terasa sangat cocok bagi kami, karena bikin adem selagi sama-sama ada masalah kaya gini.

"Selalu ngerasa tenang, ngerasa makin tua", sambung arif.

"iya, ngeliat keluar jendela kendaraan sambil dengerin lagu melow itu damai", sambung gue.

"Jadi ngerasa udah dewasa aja", lanjut gue. Yang juga arif 'iya'-kan. Ya, kami berdua sepakat, melihat keluar jendela mobil ketika diperjalanan sambil dengerin lagu adalah momen dimana kami merasa lebih dewasa. Ga cuma itu, ngeliat keluar jendela dalam perjalanan dari dalam mobil kadang bikin tenang.


Gue kenal arif dari gue masih TK. Sekarang kita udah sama-sama kerja, tubuh kita sudah dewasa. waktu yang bisa kita manfaatin buat ngobrol cuma akhir minggu. Arif bukan cuma teman, bagi gue dia seperti saudara kandung. Gue inget kami pernah diem-dieman selama 2 tahun. Cuma karena masalah uang seribu. Tapi justru selama 2 tahun itu, gue merasa kehilangan saudara kandung, ngerasa kehilangan teman.

Ngomong-ngomong soal teman, gue jamin didunia ini ga ada orang yang ga punya teman. Teman itu ga selalu manusia, bisa aja macam simsimi.. Ya, simsimi.. :') . Tapi serius, setidaknya pasti tiap orang punya temannya sendiri. Mau itu barang, orang, atau hobi. Basically, label teman tidak butuh banyak syarat, cukup penuhi satu syarat aja, cukup mau jadi pendengar yang baik. Udah. Dari dulu Arif adalah pendengar yang baik, dia hikmat dengerin waktu kecil gue curhat soal nyokap yang ga mau beliin gue hotwheel, Gue ngambek dan minggat ga pulang kerumah.. ampe magrib. Gue juga dengerin dengan baik waktu doi cerita soal pupnya yang keras.

Sekarang Umur kami udah kepala 2. Bahasan kita sekarang bukan selevel lagi soal hotwheel ataupun berak yang keras. Topik itu terdengar agak kuno. Kita bahas sesuatu yang lebih manusiawi di umur kita ini. Yang lebih dewasa, jantan, dan bijaksana. Iya betul, kita bahas naruto(?) Engga deng, ga ngobrol itu. Balik lagi soal bahasan yang manusiawi diumur kita ini, kita cerita soal masalah masing-masing. Masalah hati terutama. Lebih spesifiknya, masalah hati yang (lagi) perih.

Kami duduk di warkop, dengan dua gelas kopi jahe dan rokok yang digauli arif. Ya, digauli. Arif cerita tentang hubungannya yang rumit. Dengan pacar dan lingkungan pertemanannya. Tentang bagaimana ia udah banyak ngalah demi orang-orang yang ambisius-ambisius bego. Tentang bagaimana ia merasa sia-sia, kecewa, dan banyak percaya. Dari cara dia menggauli rokok malam itu.. Ya, menggauli, dia keliatan pusing bet, ga tenang, berusaha tegar, berusaha baik-baik aja, 'gue mah biasa aja', kata yang ga bisa gue itung berapa kali keluar dari arif. Gue dan dia udah temenan lama, dan pastinya tau kalo ketika itu doi lagi ga biasa-biasa aja. Bagian cerita terakhir yang dia buka, tentang pengkhianatan yang dia terima. Gue cuma bisa dengerin, ikut kesel, lalu nyoba ngasih saran. Saran untuk salah satu teman terbaik gue. Tapi satu hal yang begitu jelas gue tangkep dari arif: dia kehilangan. Ya. Arif kehilangan kepercayaannya terhadap beberapa orang. Arif mengisap rokoknya lagi dan lagi, lalu melepasnya ke atas sambil memandangi atas, cara khas perokok yang sedang berusaha menikmati keadaan. ya, masih berusaha. 

Gue pun merasa sama, merasa sedang dalam masalah yang sama. Sama-sama tentang kepercayaan. Kepercayaan diri gue mengendur. walau gue ga ngerokok, ada kecemasan dan ketidak biasaan dari setiap tegukan kopi jahe yang gue minum malam itu. Di satu hisapan pertama setelah dia ngambil rokok baru, dia balik nanya tentang masalah gue.

"Gue lagi ngerasa kehilangan", singkat gue.

Ya, gue lagi ngerasa kehilangan seseorang yang gue sangat hormati, soal teman perempuan gue.

Rasa kehilangan ini mulai muncul ketika gue sadar gue mulai suka dia lebih dari teman, dan gue ngasih tau hal ini ke dia, yang menurut banyak orang itu adalah satu dari beberapa hal yang salah didunia ini. Rasa kehilangan kaya sekarang ini ngebuat gue takut. Gue takut mencintai seseorang yang gue hormati. Spesifiknya, gue takut karena gue ga mau kehilangan. Hilang itu bukan selalu berarti ga berwujud, makna hilang bisa sangat sederhana, seperti kita menangkap sesuatu yang beda. Kita kehilangan kebiasaan yang biasa kita rasakan atau alami dengannya. Ya, gue lagi ngerasa kehilangan dia yang dulu. Mudah-mudahan cuma perasaan. 

Dari masalah yang mungkin bagi orang lain terlihat sederhana ini, gue dan arif lagi sama-sama dikeadaan yang sama. Keadaan ini ga mungkin ngebuat kita biasa-biasa aja. Hal paling jauh yang bisa kami lakukan: berpura-pura biasa aja. Dari masalah-masalah ini, kami cuma lelah. Gue cuma lelah

Masalah seperti ini mungkin bukan cuma masalah kami. Baik rasa lelah maupun pahitnya, gue rasa setiap orang pernah atau sedang atau mungkin akan merasakannya. Disaat itu pula, setiap orang merasakan banyak kelelahan. Kelelahan menawar pahit dan kelelahan melawan perihnya perasaan. Mungkin tanpa sadar sekarang kita sedang lelah, dan hati hanya sedang bingung bagaimana meminta tolong mulut untuk membantunya bicara.

Ya, mungkin gue cuma lelah, kita cuma lelah.
Kita lelah karena gelisah tanpa arah. Kita lelah karena berdebar-debar tanpa sesuatu yang pasti. Lelah menunggu sesuatu yang terlihat tidak ingin ditunggu. Kita lelah merasa khawatir tanpa hak, curiga tanpa sebab, rindu tanpa ragu. Lelah menunggu kabarnya yang entah kapan adanya. Kita lelah, seperti hanya berjuang sendiri. Lelah bertanya lebih dulu, lelah menunggu kapan kita menjawab pertanyaannya lebih dulu. Kita lelah 'bermain'di usia kita ini. Kita lelah menerka apa yang sedang dia lakukan. Kita lelah merasa pesimis dengan diri sendiri. Kita lelah diabaikan. Kita lelah melihatnya digoda. Kita lelah tersenyum dusta hanya karnanya, seolah wajah berkata "gapapa, santai, gue biasa aja". Kita lelah berhaha haha untuk mengalahkan curiga. Kita lelah tertawa untuk menyembunyikan perasaan kita. Kita lelah menunggunya dikala kita tau kita adalah pilihan. Kita lelah mempersiapkan diri jikalau kita bukanlah yang dia pilih. Kita lelah bersenandung sambil memikirkannya. Kita lelah meyakinkan diri sendiri bahwa tanpanya itu bukan masalah. Kita lelah berusaha percaya kita bisa menerima keputusannya yang mungkin bisa menyakitkan kita. Kita lelah mencari tau, lelah karena rasa takut, lelah karena perasaan seperti ini. Kita lelah kebingungan. Kita lelah. Kita lelah selalu kelelahan seperti ini. Kita lelah memperjuangkan hal seperti ini. Cara menyayangi seperti ini rasanya sangat melelahkan. Kita tidak pernah lelah menitipkan namanya dalam doa. Sekalipun tidak pernah lelah. Namun untuk saat ini, apa perasaan kita sebaiknya istirahat..




Satu rokok sudah habis lagi digauli arif. Kami pulang dan masih merenungkan masalah masing-masing. kami berdua sadar, mungkin saat ini duduk di dekat jendela didalam mobil sambil melirik jalanan cukup membantu. mungkin.

Satu hal yang bisa gue tangkap untuk diingat lagi kala itu, bicara dengan teman bukan sekedar biar plong, tapi juga untuk belajar menghargai diri sendiri. Karena jika disaat yang sama seorang teman juga menceritakan sesuatu yang hampir serupa dengan masalah yang sedang kita alami, kita akan tau bahwa kita tidak sendirian.

Malam itu,
Sebelum gue memutuskan untuk tidur,
Gue lebih dulu memutuskan untuk lebih bersyukur.

0 komentar:

Posting Komentar

Sebagai manusia normal, gue masih banyak kekurangan. apabila ada kritik ataupun saran silahkan disampaikan disini. dengan catatan: harus sopan :)